Sabtu, 03 November 2012

5 RS Siap Layani Wisata Kesehatan Dunia



Logo dan fasilitas Rumah Sakit Siloam (sumber: JG Photo)
Pemerintah akan membenahi rumah sakit di dalam negeri, terutama di daerah-daerah dan tujuan wisata dunia.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia berpeluang besar menjadi negara tujuan wisata kesehatan dunia.

Dalam waktu dekat, Kemenparekraf dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan membuat satuan tugas (task force) untuk mempelajari isu-isu terkait wisata kesehatan.

“Selanjutnya, kami akan membuat rencana aksi untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata kesehatan dunia,” jelas dia disela Gala Dinner Marshall Pacific Rim Business Forum di Nusa Dua, Bali, Jumat (19/10) malam.

Untuk menjadi negara tujuan wisata kesehatan, menurut Mari, Indonesia harus memenuhi berbagai standar. Pertama, standar infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), dan rumah sakit (RS). Kedua, keamanan yang terjamin, mulai dari keamanan lokasi hingga pengaturan keimigrasian yang lebih ramah. Ketiga, kualitas pelayanan dengan hospitality sense.

Saat ini, jelas dia, Indonesia terdapat lima rumah sakit berstandar internasional. Untuk menjaring wisatawan asing, para perawat dan semua juru medis harus memiliki kemampuan bahasa asing. “Kalau menargetkan konsumen dari Arab atau Jepang, misalnya, paramedisnya harus bisa berbahasa Jepang atau Arab,” jelas Mari.

Di tempat terpisah, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menjelaskan, pemerintah akan memperbanyak rumah sakit berstandar internasional agar lebih banyak orang mau berobat di Indonesia. “Kami sedang memproses delapan rumah sakit lagi yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mendapatkan pengakuan internasional,” kata Nafsiah pada upacara Jubileum atau perayaan 100 tahun Gereja Katolik Manggarai, di Ruteng, Jumat (19/10).

Saat ini, dia menjelaskan, terdapat lima rumah sakit berstandar internasional, yakni Siloam Karawaci Hospital, Eka Bumi Serpong Damai, Santosa Bandung, Bintaro Premier, dan Premier Jatinegara. Sedangkan delapan rumah sakit yang tengah diproses untuk mendapatkan sertifikat internasional antara lain, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), RS Fatmawati, RS Adam Malik, RS Sardjito, RS Sanglah Denpasar, RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan RSPAD Gatot Subroto.

Menkes mengakui, persyaratan menjadi rumah sakit berskala Internasional sangat berat. Hal-hal yang dinilai sangat banyak, seperti fasilitas, sumber daya manusia, alat medis, dan sebagainya. “Dengan pengakuan itu, rumah sakit Indonesia yang berstandar internasional tidak kalah dengan rumah sakit-rumah sakit di luar negeri. Karena itu, masyarakat tidak perlu lagi berobat ke luar negeri,” jelas dia.

Menparekraf mengingatkan, wisata kesehatan membutuhkan dukungan layanan berkualitas, mulai dari kedatangan hingga perawatan. “Intinya adalah kenyamanan. Orang yang mau berobat harus disambut dengan kenyamanan, pelayanan di rumah sakit yang komunikatif dan tepat waktu yang didukung kemampuan paramedis, dokter, dan manajemen rumah sakit,” jelas Mari Elka.

Untuk menjadi tujuan wisata kesehatan, Mari Mengakui, Indonesia membutuhkan proses dan waktu. “Kita jangan takut tertinggal. Yang penting harus berani memulai. Tujuan kita bukan hanya menarik wisatawan, tapi juga menarik orang-orang Indonesia yang selama ini banyak berobat ke luar negeri,” jelas Mari.

Menparekraf menyebutkan, setiap tahun ada sekitar 1,2 juta orang Indonesia berobat ke luar negeri dengan biaya sekitar Rp1,2 triliun. Untuk itu, pemerintah akan membenahi rumah sakit di dalam negeri, terutama di daerah-daerah seperti Medan dan Pekanbaru.

Warga di kedua daerah itu banyak yang memilih ke Singapura dan Malaysia karena jarak tempuhnya lebih singkat dibandingkan ke Jakarta. Sasaran kedua adalah daerah yang tingkat kunjungan wisatanya tinggi, seperti Bali, Bandung, Jogjakarta, Jakarta, dan Makassar.

Prospek wisata kesehatan di Indonesia sangat besar seiring dengan perumbuhan jumlah masyarakat kelas menengah yang pesat. Saat ini, Bank Dunia menyebutkan, belanja kesehatan masyarakat Indonesia hanya sekitar US$64 per orang per tahun atau 2,5 persen dari pendapatan per kapita. Angka ini lebih kecil dibandingkan belanja kesehatan masyarakat Vietnam yang mencapai 6 persen dari pendapatan per kapita dan masyarakat India 5 persen.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates