Pada tahun
1989, PPNI sebagai organisasi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan
terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi dalam usaha
mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang
didalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23,
1992). Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa
keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam peraturan pemerintah (PP
No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadi RUU Keperawatan
pada tahun 2004.
Perlu kita ketahui bahwa untuk
membuat suatu undang-undang dapat ditempuh dengan 2 cara yakni melalui
pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara).
Selama hampir 20 tahun ini PPNI memperjuangkan RUU Keperawtan melalui
pemerintah, dalam hal ini Depkes RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit.
Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU Keperawatan berada pada urutan 250-an
pada program Legislasi Nasional (Prolegnas) , yang ada pada tahun 2007 berada
pada urutan 160 (PPNI, 2008).
Dalam UU
Tentang praktik keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang ke-3 berbunyi :
“ Asuhan
keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik
langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien disarana dan tatanan
kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan
kode etik dan standar pratik keperawatan.
Dan pasal 2
berbunyi :
“ Praktik
keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila dan berdasarkan pada nilai
ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan
perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.
UU dan
peraturan lainnya yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktek
keperawatan :
1.UU No. 9
tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II
(tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur
kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2.UU No. 6
tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU
No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.
Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi dan apoteker. Tenaga perawat
termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan
rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas
dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker.
3.UU
kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib keja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan
bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wqajib menjalankan
wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
4.SK Menkes
No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua
golongan yaitu paramedic keperawatan (termasuk bidan) dan paramedic non
keperawatan.
5.Permenkes.
No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan
yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.
6.SK Mentri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4 Nopember
1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin.
Dalam system
ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik
pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini,
tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang kesehatan, yang sudah
mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/ Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D
III Keperawatan dan Sarjana/S I Keperawatan.
7.UU
kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan UU
yang banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan
professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak
pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
Beberapa
pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan
UU praaktik keperawatan adalah :
a.Pasal 32
ayat 4
Pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan,
hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
b.Pasal 53
ayat I
Tenaga
kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesui
dengan profesinya.
c.Pasal 53
ayat 2
Tenaga
kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
dan menghormati hak pasien.
C.UNDANG-UNDANG
YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN
1.Undang –
Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
Pasal 32
(1)
Penyembuhan penyakit dan pemulihan keschatan diselenggarakan untuk
mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan
akibat cacat atau menghilangkan cacat.
(2)
Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan
atau perawatan.
(3)
Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan
ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(4)
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
Pasal 50
(1) Tenaga
kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai
dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bcrsangkutan.
Pasal 53
(1) Tenaga
kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya.
(2) Tenaga
kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
dan menghormati hak pasien.
Pasal 54
(1) Terhadap
tenaga keschatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2)
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Pasal 55
(1)Setiap
orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.
2.PP no.32
tahun 1996 tentang kesehatan
Pasal 4
(1)Tenaga
kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang
bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
3.KepMenKes
No.1239/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan
Bab III
Pasal 8
(1)Perawat
dapat melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktik
perorangan dan atau kelompok.
(2)Perawat
dalam melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus
memiliki SIK.
(3)Perawat
dalam melaksanakan praktik perorangan / berkelompok harus memiliki SIIP.
Bab IV
Pasal 15
Perawat
dalam melaksanakan praktik keperawatan berwenang untuk :
(1)Melaksanakan
asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
(2)Tindakan
keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan,
observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
(3)Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimanadimaksud huruf a dan b harus sesuai
dengan standart asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4)Pelayanan
tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari
dokter
Pasal 17
Perawat
dalam melaksanakan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan
pelayanan berkewajiban mematuhi standar profesi.
Pasal 20
(1)Dalam
keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang / pasien, perawat berwenang untuk
melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15.
(2)Pelayanan
dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
Landasan
Hukum Profesi Perawat
I.
Undang-Undang
No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 1 Ayat 3
Tenaga Kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat
yang dipergunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
2. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
Ketentuan Umum Pasal 1 :
Dalam Keputusan Menteri ini
yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia (garis bawah saya).
3. Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis bawah saya).
1. Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia (garis bawah saya).
3. Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis bawah saya).
Ketentuan Pidana yang diatur
dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa juga dikenakan pasal 340 KUHP. Salah
satu contohnya adalah pelanggaran yang menyangkut Pasal 32 Ayat (4)
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut
diatur mengenai pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pelanggaran atas pasal
tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat
(1a) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan :
“barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenagan dengan sengaja : melakukan pengobatan dan atau peraywatan sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
“barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenagan dengan sengaja : melakukan pengobatan dan atau peraywatan sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
perorangan/berkelompok (garis
bawah saya).
5. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik
5. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik
Perizinan, Pasal 8 :
1. Perawat
dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktek
perorangan/atau berkelompok.
2. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK (garis bawah saya).
3. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP (garis bawah saya).
2. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK (garis bawah saya).
3. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP (garis bawah saya).
Pasal 9 Ayat 1
SIK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 Ayat 2 diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota setempat.
Pasal 10
SIK hanya berlaku pada 1 (satu)
sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12
(1).SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(1).SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
4. Surat Ijin Praktek Perawat
selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan perawat untuk
menjalankan praktek perawat
(2).SIPP hanya diberikan kepada perawat yang
memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan
dengan kompetensi yang lebih tinggi.
Pasal 13
Rekomendasi untuk mendapatkan
SIK dan/atau SIPP dilakukan melalui penilaian kemampuan keilmuan dan
keterampilan bidang keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta
kesanggupan melakukan praktek keperawatan.
Pasal 15
Perawat dalam melaksanakan
praktek keperawatan berwenang untuk :
a. Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dmaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter (garis bawah saya).
a. Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dmaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter (garis bawah saya).
Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20;
(1). Dalam keadaan darurat yang
mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan
kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2). Pelayanan dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Pasal 21
(1).Perawat yang menjalankan
praktek perorangan harus mencantumkan SIPP di ruang prakteknya. (garis bawah
saya).
(2).Perawat yang menjalankan
praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek (garis bawah
saya).
Pasal 31
(1). Perawat yang telah
mendapatkan SIK aatau SIPP dilarang :
a. Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.
b. Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
a. Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.
b. Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
(2). Bagi perawat yang
memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di daerah
terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) butir a.
Pustaka Maya
: http://syehaceh.wordpress.com/2008/06/03/uu-praktik-keperawatan/
0 komentar:
Posting Komentar